Friday, July 2, 2010

sepadan & seiman

TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." -- Kej. 2:18

Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? -- 2Kor. 6:14

Sepadan, dan seiman, dua hal yang menjadi standar yang Tuhan berikan di dalam Alkitab bagi kita memilih pasangan hidup. Melalui beberapa percakapan yang aku alami barusan, aku kembali memikirkan mengenai kata "sepadan" ini. Misalnya saja dalam hal "tingkat intelektual," karena kadang-kadang aku merasa agak "minder" bertemu dengan seseorang yang bisa dibilang lebih "pandai" walaupun bertemu dengan orang-orang seperti itu bisa memotivasi aku untuk belajar lebih banyak lagi. Seperti misalnya kalau bertemu dengan Pdt. Stephen Tong, well belum pernah sih bertemu dia secara langsung dan bertatap muka, pressure-nya mungkin berbeda, hahaha. Indah sekali ya kalau bisa menemukan seseorang yang sepadan dalam hal ini dan juga kedewasaannya, selain bisa saling melengkapi, bisa menjadi teman diskusi yang menyenangkan :)

Well, jadi teringat akan sebuah artikel yang ditulis di dalam sebuah milis yang aku ikuti di tahun 2006 lalu, semoga menjadi berkat:


Tentang Memilih Pasangan Hidup
oleh Bernard Dima
13 November 2006

Setelah beberapa waktu merenungkan topik ini dan berbagi ide dengan beberapa teman tentang memilih pasangan hidup, aku mencoba untuk menulis tentang hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih pasangan hidup. Ide-ide ini mungkin tidak biasa atau terlalu ideal bagi sebagian orang. Namun, inilah yang perlu diperjuangkan sebagai orang Kristen yang mencari nilai yang lebih tinggi dari dunia ini.

Dalam pembicaraan dengan beberapa teman, selalu muncul beberapa pertanyaan sama. Paling menonjol adalah mengenai kriteria orang yang diinginkan menjadi pasangan hidup. Kriteria-kriteria ini misalnya karakter seseorang, latar belakang keluarga, atau kedewasaan baik mental maupun spritual. Aku sendiri tidak suka membuat kriteria seperti ini walaupun tentu ada standar-standar tertentu di dalam memilih. Alasannya karena kriteria-kriteria ini ditentukan berdasarkan refleksi diri seseorang yang lebih dipengaruhi oleh keinginan menyenangkan egonya sendiri. Berapa panjang daftar kriteria yg harus kita buat agar kita menemukan orang yang tepat? Berapa banyak pernikahan yang tidak harmonis dan berakhir dengan perceraian hanya karena anggapan bahwa orang yang dinikahi ternyata tidak sesuai dengan kriteria? Atau mereka menemukan apa yang diidamkan dalam diri WIL atau PIL? Lebih lagi, bukankah tiap orang diciptakan sesuai dengan gambar Allah secara unik yang harus diterima secara utuh bukan parsial?

Namun, di sisi lain tidak mungkin memilih pasangan hidup tidak menggunakan kriteria. Jadi, letak persoalannya pada dasar pertimbangan kita saat memilih pasangan hidup kita. Di sinilah kita harus mengaku bahwa bagaimanapun juga ini bukan cerita tentang kita. Bukan apa maunya kita atau siapa kita. Tetapi tentang Tuhan, apa yang menjadi kehendak dan rencana-Nya bagi hidup kita. It is not about us. It is all about God.

Dalam Alkitab, Tuhan memberikan 2 standar penting dalam memilih pasangan hidup. Sebelum kejatuhan, Tuhan berkehendak agar pasangan itu sepadan. Setelah kejatuhan, Tuhan menambahkan satu lagi yaitu seiman. Standar kedua lebih mudah dicari walaupun kadang tidak semudah yang dikira. Seiman artinya mencari pasangan yang sama-sama sudah dilahirkan kembali, menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadi dan berkomitmen menjadikan Dia sebagai Raja dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mudah oleh karena ini adalah pengalaman pribadi seseorang bersama Tuhan di mana hanya Tuhan yang tahu kebenarannya. Tapi paling tidak kita bisa menanyakan: kapan momen ini terjadi? Bagaimana dengan pertumbuhan imannya? Apakah dia dekat dengan Tuhan dalam doa dan firman? Apakah dia suka melayani Tuhan? Bagaimana nilai hidup kristianinya? Namun perlu diingat bahwa belum tentu mereka yang suka melayani dan rajin berdoa adalah orang-orang yang telah mengalami kelahiran kembali dalam Tuhan. Di sisi lain pun harus disadari bahwa mereka yang di dalam Tuhan pun masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengamatan dan dialog yang mendalam untuk menemukan seseorang yang sungguh di dalam Tuhan.

Kalau standar kedua adalah sesuatu yang mudah dipertimbangkan dan diputuskan karena hanya memerlukan jawaban ya atau tidak, maka standar pertama lebih sulit didefiniskan dalam realitas kehidupan. Sepadan sering ditinjau dari segi kedewasaan baik itu mental maupun spritual.Namun sampai sekarang belum ada alat yang pas untuk mengukur tingkat kedewasaan. Lagipula, pencapaian kedewasaan sangat bergantung situasi yang pernah dilalui dan kadang proses itu bisa terjadi dalam semalam.

Sepadan juga ditinjau dari sisi karakter yang kemudian digabungkan dengan teori kepribadian. Lalu bermunculanlah pendapat bahwa sama karakter tidak cocok menikah karena seperti magnet kalau sama kutub akan tolak menolak. Sehingga si Sanguin lebih baik menikah dengan si Melankolik karena akan saling mengisi daripada menikah dengan sesama sanguin, dst., dst. Tak heran karakter ini akhirnya menjadi salah satu alasan memutuskan hubungan. Namun, jika karakter ini penting, maka tentunya Tuhan akan berkata, "Mari Kita menciptakan si Kolerik Hawa untuk si Sanguin Adam." Tapi bukan ini yang dicatat oleh Alkitab.

Selain kedewasaan dan karakter, sepadan pun sering ditinjau dari berbagai sudut pandang. Bahkan ada yang meninjau dari sudut kemapanan ekonomi di mana paling tidak ada kesetaraan ekonomi antara pria dan wanita yang akan menikah. Tapi apa yang sebenarnya dipikirkan Tuhan ketika berkata, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."

Kembali kepada prinsip di atas: It is not about us. It is all about God. Mengerti arti sepadan haruslah ditinjau dari sudut pandang Tuhan. Pertanyaan penolong adalah: untuk apa Adam memerlukan seorang penolong? Di sini saya melihat ada keterkaitan antara penciptaan Hawa dengan mandat yang Tuhan berikan kepada manusia untuk beranakcucu dan bertambah banyak; memenuhi bumi dan menaklukkan itu, berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. Untuk menggenapi tugas ini, Adam membutuhkan seorang penolong yang sepadan dengan dia dan Tuhan memberikannya. Panggilan tugas dari Tuhan inilah yang seharusnya menjadi dasar tinjauan arti penolong yang sepadan itu.

Karena itu, mempertimbangkan dan memilih seorang pasangan hidup sebenarnya tidak pernah lepas dari panggilan Tuhan dalam hidup kita. Apa yang Tuhan kehendaki bagi kita dan Dia ingin kita menjadi seperti apa nantinya, akan sangat menentukan penolong sepadan bagaimana yang akan diberikan Tuhan kepada kita. Bukan ini saja, panggilan Tuhan ini juga akan menjadi dasar memiliki anak dan membesarkan mereka sesuai dengan panggilan Tuhan itu. Dan bagi saya, panggilan Tuhan kepada setiap anak-Nya unik dan berbeda satu dengan yang lain.

Pada point ini, kita bisa melihat juga begitu pentingnya standar kedua dari Tuhan. Sepasang suami istri yang seiman akan sama-sama dipimpin oleh Roh Kudus. Sehingga perjalanan mereka akan terus terarah pada penggenapan rencana Tuhan. Jika nanti ada yang tidak mengarah ke sana, berarti perlu dipertanyaan status iman mereka di hadapan Tuhan.

Jadi, pertanyaan yang paling perlu dijawab sebelum mencari, mempertimbangkan dan memilih pasangan hidup adalah: apa visi hidup kita? Bagaimana kita melihat hidup kita dalam Tuhan pada 10 atau 20 tahun mendatang? Kemana Tuhan akan memimpin kita? Jawaban-jawaban ini akan menolong kita untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikutnya, seperti: mengapa kita ingin menikah? Apa tujuan pernikahan kita? Mengapa kita memilih si A, B atau C dan tidak memilih si D? Mengapa kita memilih seseorang yang cantik atau tampan? Semuanya harus dikembalikan pada apa rencana Tuhan dalam hidup kita.

Tetapi di sini "terpaksa" perlu dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Karena bagaimanapun perempuan dipanggil sebagai penolong maka pergumulan seorang perempuan lebih kepada pasangan hidup bagaimanakah yang akan ditolong oleh dia. Sedangkan seorang laki-laki akan menggumulkan pasangan hidup yang bisa menolong dia mewujudkan panggilan Tuhan dalam hidupnya.

Sayangnya tidak ada rumus baku untuk mengerti panggilan Tuhan. Bagaimana Tuhan memimpin seseorang tidak mungkin dijadikan dasar bagi yang lain. Karena pimpinan Tuhan unik kepada setiap anak-Nya. Kita diselamatkan bukan hidup seperti biasanya orang di dunia hidup. Dalam Efesus 2:10, Paulus mempertegas hal ini bahwa panggilan Tuhan itu sudah dipersiapkan Allah sebelumnya dan Dia mau kita hidup di dalamnya. Mengerti kehendak dan panggilan Tuhan pun seharusnya bukan sesuatu yang sulit. Masakan Tuhan mempersulit anak2-Nya yang ingin mengetahui kehendak-Nya? Sebenarnya itu tergantung kedekatan kita dengan Tuhan, bagaimana kita memahami prinsip firman Tuhan dan pimpinan Tuhan di masa lalu.

Tanpa mengerti panggilan Tuhan maka hidup kita akan menjadi bimbang dan tanpa arah. Kita tidak ada dasar dalam menentukan apa yang kita ingini. Kita tidak tahu apa yang telah dan akan kita raih. Nantinya dalam memilih pasangan hidup pun kita akan lebih mengandalkan getaran-getaran yang seringkali disebut 'cinta' dan ketika getaran itu hilang, kita akan berkata kita tidak mencintai lagi. Hidup ini juga tidak bisa dibiarkan mengalir begitu saja. Kemana hidup ini mengalir perlu diketahui supaya jangan sampai saat terakhir baru kita sadari ternyata hidup mengalir ke tempat yang menyedihkan.

Kalau visi hidup itu sudah ada dan kita serius mau hidup di dalamnya, maka langkah selanjutnya mencari pasangan hidup yang sepadan. Sejalan dengan prinsip ini, maka setiap orang Kristen yang telah ditebus oleh Tuhan dan belum menikah adalah calon potensial pasangan hidup kita. Ini berarti juga tidak ada yang disebut jodoh di mana Tuhan telah menentukan pasangan masing-masing. Lalu, bagaimana memilihnya? Secara ekstrim, pilih siapa saja ok. Tetapi tentunya orang yang dipilih harus sudah dikenal dan paling tidak kita tahu apa visinya sehingga kita juga bisa melihat rumah tangga yang akan dibentuk. Haruslah juga orang-orang yang terlibat dalam pelayanan. Sulit dimengerti jika seseorang mengaku mengerti panggilan Tuhan tapi tidak melayani. Singkatnya tiap parameter kualitas rohani perlu dipertimbangkan. Di sisi lain, setiap orang tebusan Tuhan haruslah juga mengejar kualitas rohani yang diperintahkan oleh Tuhan. Kalau tidak demikian, sia-sialah penebusan Tuhan bagi kita. Atau kita sebenarnya bukan orang tebusan Dia.

Selanjutnya dalam proses pacaran haruslah banyak diisi dengan sharing, penyamaan dan bagaimana merealisasikan visi. Jika salah satu belumsampai ke level yang sama, maka menjadi tanggung jawab yang lain untuk menolong dan mengarahkan. Begitupun nanti dalam pernikahan. Sampai sini idealnya tidak ada kata putus bagi orang Kristen dalam berpacaran. Karena perbedaan antara yang cocok dan kurang cocok hanya pada usaha dan waktu. Jika kita memilih dan ternyata cocok, maka proses untuk masuk dalam panggilan Tuhan itu akan lebih cepat dan usahanya lebih ringan. Jika yang kurang cocok, maka dibutuhkan waktu lebih panjang, usaha lebih keras dan mungkin lebih banyak air mata. Tapi akhirnya sama, masuk dalam panggilan Tuhan.

Kembali lagi kita melihat pentingnya pasangan yang seiman. Kita yang di dalam Tuhan, tentunya mau dibentuk oleh Tuhan. Dengan kata lain, mau berubah dan bertumbuh. Jika ada yang tidak mau berubah dan bertumbuh, maka perlu dipertanyakan lagi status iman mereka di hadapan Tuhan. Dalam Roma 8:29 dengan jelas Paulus menulis bahwa setiap anak Tuhan haruslah mempunyai tujuan menjadi serupa dengan Kristus. Untuk mencapai tujuan ini perlu perubahan dan pertumbuhan.

Bagi mereka yang telah menikah tapi belum menggumuli panggilan hidupnya, inilah saatnya untuk bertanya kembali apa maunya Tuhan dalam kehidupanmu. Bagi mereka yang telah menikah dengan pasangan yang tidak seiman, kita perlu sekali menanyakan status iman mereka. Apakah mereka sungguh orang tebusan Tuhan yang mengasihi Dia dengan sepenuh hati? Jika tidak, maka yang perlu menjadi kepedulian adalah keselamatan dia di dalam Tuhan. Jika ya, maka perlu diingatkan bahwa mungkin panggilan dia seumur hidup adalah memenangkan pasangannya. Sehingga apapun yang dia lakukan adalah demi hal ini. Panggilan lain hanya bisa direalisasikan ketika pasangannya sudah dimenangkan.

Lalu, di manakah 'cinta' [1]? Apakah nanti tidak lagi getaran-getaran 'cinta' ketika kita menerapkan prinsip ini? Semuanya tetap ada. Yang berbeda di sini adalah orientasi dalam memilih pasangan hidup. Kalau biasanya pasangan hidup yang diidam-2kan menurut standar dunia yang cantik/ganteng, seksi, mapan, muda, dsb., sekarang yang kita cari adalah yang sesuai dengan panggilan hidup kita. Perasaan yang kita rasakan pun akan sama ketika kita menemukan orang yang sepadan ini dengan perasaan saat kita masih mengidamkan pasangan sesuai tawaran dunia. Tapi panggilan hidup itu haruslah di atas getaran-getaran cinta. Aku percaya Tuhan pun akan bekerja di dalam natur manusia kita.

Sebagai penutup, aku percaya sekali jika kita telah menangkap panggilan Tuhan itu dan telah melihat bagaimana pasangan yang sepadan untuk kita, maka tidak ada alasan bagi Tuhan untuk menunda mengirim orang yang kita dambakan ini. Namun bukan berarti kita menjadi pasif. Kita perlu taat pada perintah Tuhan, meningkatkan kualitas hidup dan rohani serta memperluas persahabatan dengan orang Kristen lain khususnya dalam pelayanan. Menulis tentang pasangan hidup mungkin tak ada habisnya. Tapi kiranya tulisan ini menolong memberikan paradigma baru dalam memilih pasangan hidup kita.

[1] Cinta di sini ditulis dalam tanda petik karena sebenarnya tidak ada yang disebut cinta. Cinta itu lebih merupakan tindakan daripada sesuatu.

3 comments:

Pasangan Hidup Sepadan said...

May Goo0ooD Bless Us... Kham Shia

Anonymous said...

nice artikel Gbu

Unknown said...

terimakasih, artikelnya sangat menolong